14.600 Tahun Lalu, Air Laut Naik Setinggi 14 Meter

14.600 Tahun Lalu, Air Laut Naik Setinggi 14 Meter

Melihat bukti dari karang yang ada di Tahiti, peneliti menyimpulkan peristiwa boiling warming terjadi pada 14.600 tahun yang lalu.

sea surface,permukaan lautOnne van der Wal/Corbis

Peneliti dari Marseille University dan Oxford University menemukan fakta baru bahwa 14.600 tahun yang lalu lapisan es runtuh dan mengakibatkan permukaan air laut naik setinggi 14 meter. Bukti-bukti terjadinya peristiwa yang disebut dengan boiling warming ini terlihat dari terumbu karang yang ada di Tahiti.
Sebelumnya ada penelitian yang mencari tahu tentang kebenaran peristiwa ini, namun baru sekarang ditemukan angka pasti tentang waktu terjadinya boiling warming. "Penemuan ini memberikan gambaran tentang peningkatan air laut yang sangat cepat atau banjir besar kuno. Saat itu, air laut meningkat lebih cepat 10 kali lipat dibandingkan sekarang," jelas Alex Thomas dari Oxford University.
Tim peneliti menggunakan pengukuran berdasarkan karang di Tahiti selama 350 tahun. Ada kemungkinan boiling warming terjadi lebih cepat daripada angka tersebut, namun air tidak terdistribusikan secara merata. Thomas mengatakan bahwa karang Tahiti sangat kompeten digunakan sebagai sampel karena Tahiti jauh dari lapisan es dan karang di sana dapat menunjukkan tingginya permukaan air laut dalam kondisi yang stabil.
Penyebab utama terjadinya boiling warming masih menjadi perdebatan, namun  teori yang ada sekarang menyebutkan bahwa sirkulasi laut berubah dengan cepat dan memindahkan panas ke wilayah utara. Bukti terkini yang menyebabkan peningkatan air laut sekarang ini adalah mencairnya es di Antartika. Walaupun begitu, masih muncul pertanyaan bagi para peneliti, apakah peningkatan air laut adalah hasil dari pemanasan global atau ikut membantu pemanasan global.
(Arief Sujatmoko. Sumber: Sciencedaily)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ahli Astrofisika Indonesia Temukan Planet Tertua


Seorang ahli astrofisika kebangsaan Indonesia, Dr. Johny Setiawan, baru-baru ini berhasil menemukan dua planet yang mengorbit bintang tertua di alam semesta.

planet,tata suryaKevin Lafin/Stocktrek Images/Corbis
Bintang induknya bernama HIP 11952. Sistem HIP 11952 merupakan sistem tata surya yang diketahui oleh para astronom sebagai tata surya generasi pertama. HIP 11952 juga menyandang julukan "Sannatana", kata dalam bahasa Sanskerta yang berarti abadi atau purba.
Pengamatan yang dilakukan Johny dan timnya selama sekitar satu setengah tahun di Observatorium La Silla, Chile, memperlihatkan keberadaan dua benda yang mengganggu peredaran bintang HIP 11952. Dua benda itu ternyata merupakan planet.
"Kami menemukan dua planet yang memutari bintang induk setiap 290 dan 7 hari," sebutnya di dalam laporan penelitian. Kedua planet dinamai HIP 11952b dan HIP 11952c. Mereka menggunakan metode yang disebut kecepatan radial (radial velocity) dalam menemukan planet-planet purba.
Berdasarkan perhitungan, massa planet tersebut adalah masing-masing 0,78 dan 2,93 massa Planet Jupiter. Keduanya terpisah dari bintang induk sejauh 0,81 dan 0,07 jarak antara Bumi dan Matahari. HIP 11952 sendiri memiliki massa 83 persen massa Matahari dengan jari-jari sekitar 1,5 kali lebih besar serta diketahui miskin unsur berat.
Bintang dengan kandungan metal yang rendah telah lama diketahui sebagai benda langit yang terbentuk pada permulaan usia alam semesta. HIP 11952 berusia 12,8 miliar tahun atau tercipta kurang dari satu miliar tahun setelah fenomena Dentuman Besar (Big Bang). Sebagai perbandingan, Matahari baru berusia 4,5 miliar tahun. Menurut Johny, bahkan saat sistem keplanetan ini muncul, Galaksi Bimasakti belum terbentuk secara sempurna.
Ia menambahkan, "HIP 11952 bukan bintang yang mati, melainkan masih hidup. Dan karena jaraknya yang dari Bumi hanya 375 tahun cahaya, tidak jauh, bayangkan saja ini serasa kita menemukan benda arkeologi di pekarangan rumah sendiri."
Hasil penelitian yang dikerjakan Johny ketika berasosiasi ke Max-Planck Institute for Astronomy Jerman ini diterbitkan di dalam jurnal online Astronomy & Astrophysics. Sebelumnya ia pernah juga berhasil menemukan planet baru di Galaksi Bimasakti, yakni HIP 13044.
(Gloria Samantha. Sumber: NatGeo News, Skymania)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

FISIK GEOLOGI DOME SANGIRAN


FISIK DOME SANGIRAN
A.    Letak dan luas wilayah
Sangiran adalah sebuah daerah pedalaman yang terletak di kaki Gunung Lawu, tepatnya di depresi Solo sekitar 17 Km ke arah utara dari Kota Solo dan secara dministatif terletak di wilayah Kabupaten Sragen dan sebagian terletak di Kabupaten Karanganyar, Proponsi Jawa Tengah. Luas wilayahnya + 56 Km2 yang mencakup tiga kecamatan di Kabupaten Sragen yaitu Kec. Kalijambe, Kec. Gemolong dan Kec. Plupuh serta Kec. Gondangrejo di Kabupaten Karanganyar. Secara astronomi terletak pada 7o 25' - 7o 30' LS dan pada 4o - 7o 05' BT (Moelyadi dan Widiasmoro, 1978).
Kawasan ini banyak sekali menyimpan misteri yang sangat menarik untuk diungkap. Hal ini dikarenakan pada situs tersebut banyak ditemukan sisa-sisa kehidupan masa lampau yang sangat menarik untuk dicermati dan dipelajari. Yang paling menakjubkan, kita bisa mendapatkan informasi lengkap dari sejarah kehidupan manusia purba baik itu mengenai habitat, pola kehidupannya, binatang-binatang yang hidup bersamanya dan proses terjadinya bentang alam dalam kurun waktu tidak kurang dari 2 juta tahun yang lalu.
Dome Sangiran merupakan daerah dengfan luas sekitar 32 km2 yang membujur dari utara ke selatan sepanjang 8 km dan dari timur ke barat sepanjang 4 km, sehingga secara umum dome Sangiran berbentuk oval.
B.     Geologi Dome Sangiran
Dome Sangiran merupakan daerah yang tersingkap. Berdasarkan hasil penelitian terbentuknya Dome Sangiran merupakan peristiwa geologis yaitu diawali pada 2,4 juta tahun yang lalu terjadi pengangkatan,gerakan lempeng bumi,letusan gunung berapi dan adanya masa glasial sehingga terjadi penyusutan air laut yang akhirnya membuat wilayah Sangiran terangkat keatas, hal ini dibuktikan dengan endapan yang bisa kita jumpai di sepanjang Sungai Puren yang tersingkap lapisan lempeng biru dari Formasi Kalibeng yang merupakan endapan daerah lingkungan lautan dan hingga sekarang ini banyak sekali dijumpai fosil-fosil moluska laut.
Dari pengamatan stratigrafi batuannya, ada 4 formasi batuan yang dapat terlihat di Dome Sangiran, yakni : (1) Formasi Kalibeng (2) Formasi Pucangan (3) Formasi Kabuh (4) Formasi Notopuro.
1.      Formasi Kalibeng
Formasi Kalibeng (Pliosen): merupakan perulangan fasies laut mulai dari napal hingga lempung dekat pantai (nearshore deposits) yang ditutupi oleh lower lava. Beberapa perubahan muka laut (sealevel changes) dapat kita rinci secara baik, dan merupakan cekungan laut terbuka ketika itu. Tektonik termasuk erupsi gunungapi, dan perubahan muka laut dapat direkonstruksi dengan baik. Pendek kata, siklus-sekuen stratigrafi berbasis astrostratigrafi dapat diterapkan. Proses pembentukan formasi tersebut di bawah kendali tektonik, muka laut. Ketebalan formasi Kalibeng ini lebih dari 130 meter. Formasi Kalibeng ini mengandung fosil foraminifera, moluska laut dan moluska air payau.
2.      Formasi Pucangan
Formasi Pucangan/ Sangiran (Plistosen Bawah): yang terdiri dari lempung hitam hingga abu-abu dengan lapisan tipis pasir yang diikuti oleh lapisan-lapisan moluska dan diatomic. Perubahan muka air danau berkaitan dengan iklim, dan genesa keterkaitannya dengan tektonik dan erupsi gunungapi dapat ungkapkan secara baik. Saya interpretasikan, ketika itu sebagai lingkungan tertutup lacustrine. Formasi ini selanjutnya ditutupi oleh grenzbank. Hasil pengamatan, fasies sedimen tersebut dapat dikategorikan sebagai material rombakan, sementara saya sebut sebagai debris flow deposits. Siklus perubahan iklim hubungannya dengan tektonik, erupsi gunungapi, dan evolusi fauna dapat dipelajari secara baik dan rinci. Formasi Pucangan menurut Duyfjes, dari atas ke bawah adalah sebagai berikut :
a.       Endapan batupasir tufaan setebal 35 m.
b.      Batupasir tufaan yang mengandung pasir dan napal yang berisi kerang laut setebal 10 m.
c.       Lapisan lempung berwarna kehijauan setebal 5 m.
d.      Batupasir kasar, konglomerat dan batuan andesit setebal 100 m. pada lapisan ini ditemukan fosil Pithecanthropus.
e.       Endapan batupasir tufaan dengan diselingi batulempung; dan
f.       Napal dan batupasir tufaan yang mengandung lempung dan fosil moluska laut stebal 25 m.
Di Sangiran selain ditemukan fosil Pithecanthropus Erectus pada formasi pucangan ditemukan pula fosil Meganthropus. Asosiasi hewan lain yang hidup berdampingan dengan hewan tersebut antara lain: penyu, buaya, ikan hiu, dan gajah.
3.       Formasi Kabuh
Formasi Kabuh/ Bapang (Plistosen Tengah): termasuk cekungan sistem fluvial, dan dapat dibedakan menjadi 7 tubuh pasir fluvial (F.1-F.7) yang mengalami pergeseran dari waktu ke waktu, yang selanjutnya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok (F1-F-3), (F4 dan F5), dan F6/F7. Pengelompokkan berdasarkan setiap tubuh pasir dikontrol oleh efek berubahnya iklim, tektonik dan erupsi gunungapi. F1 hingga F3 (Kabuh Bawah) mengalami pergeseran sedikit dan menempati lokasi-lokasi tertentu, demikian pula halnya dengan F4/F5 (Kabuh Tengah) dan F6 dan F7 (Kabuh Atas). Kontak ketiga grup atau keolompok tubuh batupasir tersebut belum diketemukan, sehingga dapat diinterpertasikan bahwa elevasi ketika dibentuknya F. Kabuh diantaranya telah mengalami perubahan atau pergeseran alur secara berangsur dan mendadak (umum terjadi pada cekungan fluvial di bawah pengaruh tektonik/ synsedimentaty tectonics).
Endapan pada formasi kabuh terdiri dari endapan yang berasal dari erupsi gunungapi yang berupa batutuff, batupasir dan konglomerat. Ketebalan Formasi Kabuh antara 10 m- 60 m. Alat-alat batu purba ditemukan pada formasi ini sedangkan asosiasi hewan yang hidup adalah kura-kura, babi, badak, banteng, kerbau, gajah, kuda nil, dan rusa. Dengan ditemukannya alat-alat batu seperti tersebut di atas menunjukan bahwa manusia pada waktu itu telsh mengenal alat -alat perburuan dalam rangka memenuhi kebutuhan.
4.      Formasi Notopuro
formasi Notopuro berumur plestosen atas, yang terdiri dari endapan lahar yang berbentuk breksi andesit dan konglomerat. Dengan adanya breksi laharik dan batupasir silangsiur dengan ketebalan sekitar 2 m hingga 45 m tersebut menunjukkan bahwa pada masa Plestosen Atas telah terjadi banjir lahar yang besar.
Gambar : dome sangiran. Sumber : .wordpress.com/2010/05/sangiran-dome.jpg




C.    TANAH
Tanah di kawasan Dome sangiran,di temukan 3 jenis tanah, anatara lain : (1)regosol (2)litosol (3) gromosol.
1.      Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbatu tunggal, konsistensi lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastik. Sebaran ini terkait dengan distribusi formasi notopuro.
2.      Litosol
Jenis tanah ini berbahan induk batuan beku atau batuan sedimen. Ketebalan lapisan tanah ini kurang dari 30 cm, bahkan kadang-kaadang merupakan singkapan dari batuan induk. Tekstur tanah umumnya berpasir.jenis tanah ini banyak ditemukan pada tempat yang curam dan perbukitan.
3.      Gromusol
Jenis tanah ini mempunyai tekstur lempung berat, struktur granular di lapisan atas dan gumpal hingga pejal dilapisan bawah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Diberdayakan oleh Blogger.